PISAU SASTRA (PisTra), Kolom RUANG KARYA/CERPEN, Kamis (03/07/2025) – Cerpen berjudul “Sebuah Penantian” ini merupakan buah karya dari Drs. Aswin, seorang guru dan Alumni SMPN 1 Angkatan 1982, Kotabumi, Lampung Utara.
Betapa bahagianya hari ini ketika Ari mendengar kabar dari istrinya bahwa ia hamil. Sudah hampir tiga tahun mereka menanti kabar baik ini.
Deasy, istri Ari adalah seorang wanita yang cantik dan pintar. Namun, ia juga termasuk wanita pendiam dan selalu serius dalam bekerja. Di balik sifat diamnya, Deasy sebenarnya memiliki pribadi yang ramah dan humoris.

Ari merupakan seorang sarjana tehnik, insinyur dari perusahaan perminyakan. Sehari-hari ia sangat sibuk dan giat bekerja. Ia sudah terbiasa bekerja siang dan malam tak mengenal lelah. Hal inilah yang dulu membuat Deasy jatuh cinta padanya.
Setelah beberapa tahun menikah, Ari dan Deasy belum juga dikaruniai seorang anak. Kini, mereka memiliki buah hati yang telah lama mereka rindukan. Penantian untuk yang selama ini mereka idam-idamkan, sudah terlewati.
Pagi itu Arie sedang menikmati secangkir kopi yang disediakan Deasy sambil istrinya itu bersiap-siap berangkat kerja.
“Apa kegiatan sekarang, Bang? ” Tanya Deasy.
“Biasa Dik, masih melanjutkan proyek kemarin,” jawab Ari sembari menghirup kopinya yang telah mulai mendingin.
“Abang sudah panaskan mesin mobilmu, Dik. Hari ini Abang tak bisa mengantar ya. Ini kunci mobilnya. Abang bawa mobil sendiri. Teman-teman Abang ingin ikut ke proyek juga hari ini. Abang sudah janjian bersama mereka,” ujar Ari pada istrinya.
Tiba-tiba handphone (HP) Deasy berdering. Ia segera mengangkat HP tersebut dan berbicara sebentar dengan seseorang di ujung HP.
“Bang, ini telpon dari rumah sakit,” ujar Deasy kepada suaminya sambil menyerahkan HP miliknya ke genggaman Ari.
“Assalamualaikum. Ini dengan Bapak Ari?” suara HP istrinya terdengar di telinga Ari.
“Waalaikum salam, Dok,” jawab seseorang di HP tersebut.
“Bagaimana kabar, Bu Deasy setelah operasi di rumah sakit kemarin, Bapak?” Tanya dokter.
“Alhamdulillah, baik-baik saja Dok,” jawab Ari kepada dokter Dudy.
Dokter adalah sahabat kecil Ari. Mereka sama-sama pernah kuliah di Universitas Diponegoro. Saat itu dokter Dudy mengambil Prodi kedokteran sedangkan Ari prodi Teknik. Mereka sering berbagi cerita. Dokter Dudi pernah menyarankan Ari agar melakukan operasi terhadap Deasy untuk mengobati gangguan rahim istrinya tersebut agar kehamilan Deasy dapat berjalan mulus.
Tak lama kemudian mobil Deasy telah keluar dari garasi, dilanjutkan mobil Ari. Mereka berdua bergerak menuju tempat pekerjaan mereka masing-masing. Begitulah keseharian mereka, waktu mereka banyak tersita dengan kesibukan bekerja.
Biasanya Ari yang mengantarkan Deasy ke kantor. Mereka bisa bersama hanya pada hari libur. Sampai di rumah sudah pasti lelah. Rumah mungil yang mereka tempati selama ini terasa hening dan sunyi. Tiada suasa tawa atau tangis anak-anak yang mereka mimpikan. Tiada obat buat rindu buat mereka. Mungkin Tuhan memang belum mengizinkan mereka memiliki buah hati yang selalu diidam-idamkan.
Deasy merasa sedih dan ingin menangis ketika mendengar cerita teman-temannya yang telah memiliki buah hati. Indahnya tak terlukiskan. Begitu juga Ari yang merindukan buah kasih cinta mereka.
Bila hari libur tiba, Ari dan Deasy melakukan rekreasi untuk mengisi kepenatan mereka bekerja. Sambil menyetir mobil, Ari berkata dalam batinnya, apakah ini merupakan takdir yang harus dijalani? Mengapa aku belum juga punya anak? Apa yang salah dengan keluarga kami ya Tuhan?
Siang dan malam Ari selalu berdoa, meminta pada Tuhan yang Maha Kuasa agar rumah mungil mereka dihiasi buah hati. Oleh karena itu ketika ia mendengar kabar dari Deasy tentang kehamilannya, Ari terlihat sangat berbahagia sekali. Saat itu dengan wajah berbinar-bonar, Deasy menyampaikan kabar gembira itu kepada suaminya tentang kehadiran si buah hati yang sekarang sedang bersemayam dalam rahimnya.
***
Sore itu Ari dan Deasy bergegas ke rumah sakit. Mereka berbincang di mobil. Hari ini merupakan masa kehamilan Deasy yang sudah memasuki bulan kelima. Deasy pun telah mengambil cuti dan meninggalkan kesibukannya dikantor demi mempersiapkan kelahiran janin yang dikandungnya.
Sementara itu kini Ari menjadi suami siaga, menemani Deasy setiap hari. Menanti bayi yang diimpikan. Mereka berharap bayi mereka sehat dan kelak lahir dengan selamat.
“Bang, ingin anak laki-laki atau perempuan?” Tanya Deasy.
“Dik … Bagi Abang yang penting anak kita sehat dan sempurna,” jawab Ari.
“Anak laki-laki saja, ya Bang. Mau diberi nama, apa ya? Apakah Abang sudah menyiapkan namanya?” Balas Deasy, “Aku ingin laki-laki Bang, biar bisa menemani aku setiap hari,” lanjut Deasy.
Ari tertawa berseri-seri mendengarkan ucapan istrinya. Sampai detik ini, Deasy selalu begitu. Ini merupakan salah satu bentuk kerinduan seorang ibu kepada anaknya.
***
Ari mengantarkan Deasy melahirkan ke rumah sakit. Air ketuban Deasy telah pecah. Ari menunggu dengan tidak sabar. Keringat dingin keluar menyelimuti kulitnya. Ia menanti detik-detik kelahiran anaknya. Saking letihnya, ia sempat tertidur di kursi ruang tunggu.
Dalam tidurnya, Ari bermimpi ada burung Murai hinggap di dahinya, lalu berlarian dan hinggap di jendela. Kemudian terbang ke sana dan ke mari seakan-akan mengajak Ari menari. Burung cantik itu lalu hinggap di tangan Ari.
Sudah lima menit Ari ia tertidur di ruang tunggu rumah sakit. Saat burung Murai yang hadir dalam mimpinya itu pergi, ia pun terbangun.
Tiba-tiba ada seorang suster mendekatinya sambil berkata, “Bapak.. Suami Bu Deasy?”
“Ya, betul. Saya suami Deasy,” jawab Ari sambil mengusap mukanya karena baru bangun tidur.
Walaupun terkantuk-kantuk, Ari mengikuti suster itu. Ruang itu bersih, putih. Ia melihat Deasy, memegang bayinya.
Ari menangis dan segera mencium kening istrinya sambil memeluknya sehingga bayi yang ada dipangkuan Deasy terguncang. Bayi itu menangis.
“Aku azani dulu, ya,” bisik Ari pada Deasy.
Deasy mengangguk sambil menatap Ari penuh haru. Tak lama kemudian suara azan mengumandang memecah keheningan di ruangan itu. Azan mengalun dengan syahdu diiringi isak tangis Ari dan Deasy yang begitu bahagia menerima titipan anak dari sang Maha Pencipta.
“Ayo Bang… Bangun… Aku sudah siap nih,” kata Deasy.
“Mau kemana kita?” Jawab Ari.
“Anterin Aku, dong,” kata Deasy lagi, “Singkirkan dulu selimutnya, mandi, pakaian rapi, anterin aku. Aku panasin mobil dulu ya Bang?” lanjut Deasy masih menunggu reaksi Ari.
Ari berdiri, mencari cari sesuatu dengan wajah gelisah menatap Deasy.
“Mana bayi kita?” Tanya Ari bertanya dengan kondisi panik.
“Bayi, siapa ya Bang?” Tanya Deasy balik dengan perasaan aneh.
“Buah hati kita, Dik,” jawab Ari.
“Abang ini bermimpi. Kita kan belum punya anak Bang,” jawab Deasy sambil menangis sedih yang membuat Ari sadar diri.
Akhirnya mereka berdua menangis sedih, berpelukan. Ari menyadari, ia telah bermimpi. Mimpi indah, buah hati yang selalu dinanti.
***
Judul: Sebuah Penantian
Pengarang: Drs. Aswin
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas tentang pengarang
Pria bernama lengkap Drs. Aswin, M.M. ini merupakan lulusan Program S1 Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung ̶ sekarang berubah menjadi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Angkatan ’85.

Selanjutnya alumni SMPN 1 Kotabumi, Lampung Utara, Angkatan 1982 ini menempuh studi pascasarjana dengan mangambil Program S2 Magister Manajemen di Universitas Saburai, Kota Bandar Lampung dan lulus dengan gelar akademis M.M. (Magister Manajemen). Kini pria penggemar sastra ini berprofesi sebagai pengajar di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung hingga.
Aswin hidup bahagia bersama pasangan hidupnya, Dra. Baroroch, alumni Bahasa Sastra Arab IKIP Bandung Angkatan 1989. Istrinya ini juga bekerja di tempat yang sama di SMAN 3 Kotabumi.
Buah perkawinan Aswin dan Baroroch menghasilkan empat orang putra yang ganteng-ganteng. Mereka adalah putra sulung bernama Fahri Muhammad (alumni Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro), putra kedua bernama Farhan firdausi (alumni Fakultas Psikologi UPI Bandung), putra ketiga bernama Fikri Muhammad (Masih kuliah di Fakultas Teknik Kimia Universitas Lampung), dan putra bungsu bernama Fadil Fauzani (masih kuliah di ITB STEI Teknik Informatika).
***