Cerpen “Ray Pelindung Hutan”

PISAU SASTRA (PisTra), Kolom Ruang Karya/Cerpen, Rabu (16/04/2025) – Cerpen berjudul “Ray Pelindung Hutan” ini merupakan buah karya original dari D.S. Samdani yang sering menggunakan nama pena “Manjaropai”. Beberapa karya cerpennya pernah terbit di media online Berita Jabar News, di antaranya berjudul Pendakian Malamdan “Kembali Mencari Aku”.

Api unggun kecil memberi cahaya terang yang memancar ke sekeliling, menciptakan bayangan panjang di antara tenda-tenda yang berdiri rapi. Sementara suasana sekitar perkemahan gelap gulita, hanya diterangi oleh api dan sedikit cahaya bintang yang tersebar di langit.

Di sekitar api unggun, beberapa pemburu sedang duduk bersila, tertawa keras dan saling mengejek satu sama lain. Suara gelak tawa mereka menggema di hutan yang sunyi, menambah kesan riang dan santai. Meskipun ada canda tawa, peralatan berburu seperti busur, panah, dan senapan tergeletak di dekat mereka, menunjukkan bahwa mereka adalah kelompok yang tangguh dan berpengalaman. Kabut tipis mulai menyelimuti tanah, memberi suasana misterius pada malam itu.

Pemburu
Ilustrasi: Dua orang anak buah Fandi sedang berjhaga-jaga di dekat camp sambil menghangatkan badan di dekat api unggun – (Sumber: Arie/PisTra)

Suasana ini terasa hangat, penuh dengan semangat persahabatan dan kebersamaan meskipun di tengah hutan yang sepi. Sementara di dekat api unggun terkurung seekor anak harimau yang lucu. Anak harimau ini hanya sebagai bonus dari hasil buruan sesungguhnya. Sementara di luar kerangkeng tergeletak hasil buruan sesungguhnya, seekor harimau betina yang terkulai lemas tidak bernyawa. Sebuah hasil buruan yang sangat istimewah di mana daging, kulit, dan taringnya akan sangat dihargai mahal di pasar gelap. Selain itu, anak harimau yang masih berumur belum genap satu bulan jelas akan benar benar menghasilkan uang.

Ray kecil duduk bersila menatap anak harimau di depannya sambil menyantap daging rusa bakar yang juga hasil buruan anal buah ayahnya.

“Bos, sepertinya anakmu menyukai anak harimau ini untuk diajak bermain, dia kira itu anak kucing, ha..ha..ha,” seru Risman, salah satu anak buah ayah Ray.

Sementara Fandy, ayah Ray hanya tersenyum tipis sambal membalik balikan daging rusa di panggangan dan berucap, “Dia harus terbiasa bahwa apa yang dihadapan nya hanyalah sebuah barang dagangan dan tidak boleh bermain hati di sini.”

Fandi mengisahkan bahwa justru perburuan kali ini dia sengaja mengajak anaknya yang sudah genap berusia 10 tahun untuk ikut dan belajar berburu agar kelak menjadi pemburu yang lebih tangguh dari dirinya. Dia pun mengisahkan bahwa sebelum mengajak anaknya ikut berburu pada hari itu, dia sudah mengajarkan Ray menggunakan berbagai senjata dan alat-alat berburu.

Tanpa mereka sadari, dari kejauhan ada sesuatu yang sedang mengawasi tindak tanduk mereka dan sedang menunggu mereka lengah. Dari kejauhan seekor harimau jantan berdiri tegap di atas sebuah batu sambil memandang ke arah perkemahan dengan sorot mata yang tajam. Raut mukanya penuh dendam. Namun, jelas terlihat harimau ini tidak bodoh untuk bertindak gegabah. Ia seekor harimau jantan yang siang tadi mendapati anak dan istrinya menjadi korban perburuan liar komplotan Fandy.

Semalam Suntuk Fandy dan anak buahnya sedikit berpesta hingga larut malam. Bahkan, sampai menjelang Subuh baru mereka satu persatu tertidur, sementara Ray sudah sejak pukul 10 malam terlelap dalam sleeping bag di depan kandang harimau kecil.

Ketika pagi tiba, Ray terbangun. Ia melihat di sekelilingnya masih sepi. Orang-orang masih terlelap di tendanya masing masing. Beberapa orang memang ada yang berjaga di depan api unggun. Dia melihat ke sekelilingnya dan mendapati Ayahnya sedang melipat sleeping bag di depan api unggun. Ray menghampiri Fandi dan meminta izin untuk buang air kecil. Fandi mengiyakan, lalu memberi perintah agar Ray kencing di belakang tenda sehingga tidak terlalu jauh darinya.

Suasana pagi begitu cerah dengan kicau burung khas belantara Sumatra, suara khas Sikatan Aceh sang penyanyi, seakan diiringi alunan musik oleh burung Tachtor Sumatra dan sesekali disauti suara Kuau sebagai backing vokalnya. Suasana yang sangat tentram dan sepertinya pagi itu akan menjadi awal dari hari yang menyenangkan. Fandy dan beberapa anah buahnya yang sudah terbangun menikmati pagi sambal berkemas dan minum kopi. Beberapa orang tampak duduk termenung menikmati pagi dan masih berselimut sleeping bag.

“Ayaaaaaah!”

Tiba tiba suasana pagi terpecah oleh teriakan Ray di belakang tenda. Dia melihat seekor harimau besar yang sedang mengendap disemak semak menuju tenda. Harimau pun kaget mendengar teriakan Ray, sementara Ray tidak berani berlari menuju tenda karena terhalang oleh harimau itu.

Ray mundur beberapa langkah, lalu membalikkan badan dan berlari sekencang-kencangnya, berusaha menjauh dari sang raja hutan sambil berteriak minta tolong. Namun, upaya anak itu sia sia karena kemampuan Ray  berlari tidak sebanding dengan kecepatan harimau jantan itu.

Dengan secepat kilat hewan buas itu  menerkam Ray dari belakang, kuku-kukunya yang tajam dan besar mencabik jaket tebal Ray. Bahkan, sampai ke dalam kulitnya sehingga menimbulkan luka yang dalam. Darah segar pun berceceran di mana-mana, tumpah dari tubuhnya.

Melihat anak kecil digenggamannya, harimau itu membalikkan badan Ray dengan jemarinya yang berkuku tajam sehingga mengakibatkan goresan besar di bagian dada Ray. Darah pun kembali mengalir deras dari bagian dada Ray yang terluka.

Sementara itu kedua kaki Ray dicengkam keras oleh dua kaki belakang harimau sehingga mengakibatkan luka yang dalam. Bukan hanya itu, kedua lengan Ray pun diinjak oleh kedua kaki depan harimau itu dengan kuku panjangnya sehingga menancap kuat di daging Ray.

Sesaat harimau itu menatap tajam dengan mata penuh dendam sembari menyimpan kepedihan mendalam, seakan harimau itu tahu bahwa anak ini sebenarnya tidak berdosa, tetapi tetap ia harus membunuhnya. Harimau itu pun bersiap memangsa Ray dan mulai membuka lebar-lebar mulutnya. Terlihat dengan jelas taringnya yang tajam dan siap mencabik-cabik tubuh Ray.

Tiba-tiba terdengar rentetan tembakan dari senapan mesin milik Fandy mengarah ke tubuh harimau itu sambil berlari mendekati mereka. Tembakan Fandi pun disusul dengan tembakan lainnya dari anak buahnya sehingga menimbulkan banyak lubang di tubuh harimau itu yang menyebabkan tubuh besar si Raja Hutan itu ambruk dan menindih badan Ray.

Darah segar pun keluar dari tubuh harimau itu, menyatu dengan darah Ray yang sudah membasahi sekujur tubuhnya. Sementara itu Ray sudah tidak sadarkan diri dan nyawanya sudah di ujung tanduk. Sebelum Ambruk dan meregang nyawa, harimau it terus menatap mata Ray dengan tatapan kosong.

Semua Pemburu segera menyingkirkan badan harimau itu dan mengangkat tubuh Ray yang dipenuhi darah segar. Tidak lama kemudian, sebuah helikopter tiba untuk mengevakuasi Ray dan Fandi menuju rumah sakit terdekat.

***

Tiga jam berlalu. Ray di rawat oleh dokter khusus yang akhirnya berhasil menyelamatkannya. Sang Dokter keluar dari ruang operasi, membuka maskernya, lalu menghampiri Fandi.

“Sebuah keajaiban terjadi di dalam. Anakmu selamat, tapi kehabisan banyak darah. Dia butuh istirahat sedikit lebih lama. Biarkan para perawat bekerja di dalam, tunggu hingga anakmu siuman. Mungkin besok pagi baru bisa kalian jemput,” ungkap dokter wanita bernama Nisa yang ternyata sahabat Fandi.

Dokter Nisa masuk ke dalam ruang kerjanya. Kemudian duduk termenung sambil mencatatkan sesuatu di buku jurnalnya. Dia menuliskan bahwa di ruang operasi hari ini terjadi sebuah keajaiban di mana seorang anak yang diterkam harimau dengan luka yang sangat banyak dan seharusnya sudah kehabisan darah, tetapi masih bisa bertahan hidup.

Menurut pemikiran dokter Nisa, kalau melihat kondisi medis Ray saat datang ke rumah sakit, seharusnya tak mungkin terselamatkan. Namun, kehilangan darah yang dialami Ray seakan tergantikan oleh darah harimau yang mengalir dan meresap kedalam tubuh Ray melalui luka-luka yang dialaminya.

Dokter Nisa menutup buku jurnalnya. Dalam pikirannya, apa yang akan terjadi jika DNA darah harimau yang meresap ke tubuh Ray tersebut bercampur dengan sel darah Ray. Namun, dokter Nisa segera membuang jauh-jauh pikiran anehnya yang melintas di kepalanya tersebut, lalu dia bergegas kembali ke ruangan observasi untuk terus mengawasi kondisi Ray.

***

Keesokan Harinya Ray sudah terbangun dari koma nya, tetapi pengaruh obat bius masih terlihat dari raut mukanya yang seperti orang mabuk. Setelah beristirahat dan mendapat berbabgai perawatan, akhirnya Ray diperbolehkan pulang lebih cepat dari dugaan Nisa. Bahkan, Ray sudah bisa berdiri tegak dan berjalan, meskipun tubuhnya dipenuhi perban.

Belum genap seminggu, kesehatan Ray sudah hampir pulih, tapi prilakunya sedikit berbeda. Fandy masih menganggap itu hanya karena pengaruh obat penenang dan penahan rasa sakit. Namun, satu hal yang pasti, Fandi tidak tega untuk menjual anak harimau hasil buruannya karena sepertinya anak harimau itu sangat akrab dan bisa menghibur Ray selama masa pengobatannya.

Ray terlihat sangat akrab sekali bermain dengan anak harimau itu. Bahkan, setiap hari mereka tidur berdua dan Ray selalu memeluknya dengan hangat. Sebaliknya, anak harimau itu sangat manja ketika tertidur dipelukan Ray.

Ray pulih dengan sangat cepat. Bahkan, tubuhnya terlihat lebih kekar dan lebih kuat dari kondisi sebelumnya. Fandi menganggap semua itu berkat multivitamin yang di berikan oleh dokter Nisa.

Ray tumbuh lebih kuat. Di sekolahnya, Ray menjadi salah satu pelari tercepat dan mampu mengalahkan kakak kelasnya yang lebih senior. Namun, seiring dengan pertumbuhannya, Ray semakin membenci ayahnya. Dia menjadi tidak suka bermanja pada ayahnya. Bahkan, dia sering menatap Fandi dengan sorot mata penuh dendam.

Waktu berlalu, Ray Tumbuh menjadi pemuda yang sangat tangguh, melebihi standar anak seusianya. Dia sering melawan kakak kelasnya yang melakukan bullying pada teman-teman sebayanya. Jiwa kepemimpinannya terus muncul, meskipun demikian dia lebih sering menyendiri dan mengawasi teman-temannya dari jauh karena dia lebih suka menyendiri.

Beberapa hari belakangan ini, Ray sering membuat masalah. Dia diam-diam melepaskan berbagai hewan peliharaan orang-orang di sekitarnya sehingga membuat Fandi harus bertanggung jawab atas perbuatan anaknya tersebut dengan mengganti rugi kepada tetangganya dengan biaya yang tidak sedikit.

Hingga pada suatu hari Fandi sudah tidak tahan dengan kelakuan Ray yang sering membuatnya harus kehilangan banyak uang. Fandi memarahi Ray. Namun, Ray membalasnya dengan diam dan tidak mempedulikan ayahnya. Hal ini tentu saja  membuat Fandy semakin kesal dan emosinya pun semakin memuncak.

Dengan amarah yang tinggi, tiba-tiba Fandi melayangkan pukulannya ke wajah Ray. Namun, tanpa diduga secara refleks Ray menangkis pukulan Fandi.

Melihat adanya perlawanan dari anaknya, emosi Fandi semakin naik. Amarahnya semakin tak terbendung lagi tanpa kendali. Dia pun dengan gelap mata  menghajar Ray habis-habisan. Anehnya, semakin Fandi keras memukul anaknya, justru semakin kuat perlawanan yang diberikan Ray. Keduanya terlibat perkelahian seru layaknya orang yang berseteru.

Tanpa disadari, Fandi berhasil tersudut oleh serangan anaknya sendiri. Pria gagah yang ditakuti banyak orang itu pun berhasil dipecundangi Ray, anaknya sendiri. Dengan sebuah gerakan tangan menyapu dari vertikal dengan jari-jarinya yang seakan-akan mengeluarkan cakar-cakar tajam, Ray menyerang ayahnya sendiri dengan beringas dan menerkamnya seperti seekor harimau liar sambil mengaum.

Fandi kaget dan sangat ketakutan. Fandi terdiam dan mulai menyadari siapa sosok yang dihadapinya. Ray pun berpaling menghadap jendela rumah dan melompat seperti seekor harimau, lalu pergi meninggalkan rumahnya.

Ray terus berlari sangat kencang dan keluar dari keramaian menuju tepi hutan. Di sana Ray menatap kedua tangannya yang mengeluarkan kuku-kuku panjang dan tajam. Sambil menarik napas panjang, Ray berusaha menenangkan diri sambil terus menatap jari-jemarinya yang mengeluarkan kuku-kuku tajam.

Berangsur-angsur Ray berhasil menguasai dirinya dan mulai tenang. Seiring dengan itu, kuku-kuku tajam yang semula panjang, menyusut kembali dan berubah menjadi normal.

Ray menarik napas panjang dan menyandarkan badannya ke tembok sambil terus menatap tangannya. Ray merasa kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa.

***

Keesokan Harinya Ray kembali ke kota mencari dokter Nisa yang dulu menolongnya. Ray bermaksud ingin bertanya perihal keanehan yang terjadi pada dirinya.

Tidak sulit bagi Ray mencari dokter Nisa karena sudah dikenal sebagai seorang dokter spesialis ternama di kota tersebut. Saat bejumpa dokter Nisa, Ray menceritakan kejadian kemarin dan keanehan selama ini.

Dokter Nisa yang sudah memendam lama praduga ilmiahnya meneteskan air mata. Dia menceritakan kejadian saat Ray pertama kali dibawa ke rumah sakitnya dalam kondisi berlumuran darah. Darahnya saat itu menyatu dengan darah harimau yang menerkamnya.

Dokter Nisa memberikan analisanya bahwa seharusnya Ray saat itu sudah mati kehabisan darah. Namun, pada saat bersamaan darah harimau yang menerkamnya mengucur deras dan melumuri tubuh Ray karena harimau itu mati tepat di atas tubuh Ray.

Menurut dugaan dokter Nisa bahwa darah Harimau itu menyerap ke dalam tubuh Ray yang sudah kehabisan darah dan DNA-nya mengalir deras di tubuhnya. Kemampuan fisik Ray yang tidak biasa kemungkinan dipengaruhi DNA harimau yang ada di tubuh Ray.

Beberapa kejadian tentang kebiasaan Ray membebaskan hewan peliharaan dari sangkar tetangganya kemungkinan muncul dari jiwa hewani dari DNA Harimau tersebut yang tidak suka melihat binatang yang dikurung. Kemudian kebiasaan Ray menyendiri mengawasi teman-temannya dan membantu mereka melawan penindasan juga terpengaruh dari sifat harimau yang tidak hidup berkelompok, tetapi sering mengawasi berbagai kawanan.

Dokter Nisa berharap Ray bisa memanfaatkan keanehannya menjadi sebuah kelebihan untuk terus melindungi yang lemah, terutama menjaga hutan dari para pemburu liar yang sudah meresahkan, di antaranya adalah Fandi, sahabatnya sendiri.

Semenjak saat itu, tanpa diketahui siapa pun, Ray tinggal di rumah dokter Nisa di tepian hutan. Dokter itu terus melatih kondisi psikologis Ray sehingga pemuda itu  tumbuh menjadi pria gagah yang suka menolong sesamanya dan sekaligus sebagai pelindung hutan.

Tidak jarang Ray mengusir para pemburu dari tengah hutan dan melindungi keseimbangan ekosistem hutan. Sampai akhirnya Ray pun harus berhadapan dengan kelompok pemburu ternama di wilayah itu, yaitu Fandi, ayahnya sendiri. (Manjaropai).

***

Judul: CerpenRay Pelindung Hutan”
Pengarang: Manjaropai
Editor: JHK

Sekilas tentang pengarang

Manjaropai adalah nama pena dari D.S. Samdani. Mantan karyawan di sebuah perusahaan internasional ternama ini pernah terpaksa memilih resign dari tempatnya bekerja daripada terlibat dengan permainan curang yang dilakukan kantor tempatnya bekerja. Selama masa pandemi, ia lebih memilih jadi driver ojek online daripada bekerja di tempat yang diragukan kehalalannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *