PISAU SASTRA (PISTRA), Rubrik OPINI, Senin (21/07/2025) – Artikel berjudul “Pertemuan yang Mengubah Jalan Sastra” ini ditulis oleh Didin Tulus yang merupakan seorang penulis, penggiat buku, dan kini tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.
Hari itu, langit Bandung seolah ikut merasakan getar dalam dada saya. Mentari bersinar lebih cerah dan langkah kaki terasa ringan, seolah ada kekuatan tak terlihat yang mendorong saya maju. Tujuan saya adalah Perpustakaan Ajip Rosidi di Jalan Garut, Kota Bandung – sebuah tempat yang menyimpan banyak kisah dan ilmu. Di sana, di sebuah meja sudut yang sederhana, duduk sosok yang saya kagumi, Ajip Rosidi.
Beberapa bulan sebelumnya, dengan keberanian yang dikumpulkan sekuat tenaga, saya mengirimkan buku kumpulan esai sastra A.S. Dharta berjudul “Kepada Seniman Universal” kepada beliau. Sebuah pesan singkat dari seorang wartawan PR menjadi jembatan penghubung.

Jujur saja, harapan saya tidak terlalu tinggi. Hanya sebuah keinginan sederhana agar karya yang saya sunting dibaca oleh seorang penulis yang sangat saya hormati. Namun, tak disangka, beberapa hari kemudian, sebuah SMS balasan datang, mengundang saya untuk bertemu.
Saat itu, saya membawa serta sebuah buku kumpulan esai tentang Ajip Rosidi yang saya sunting. Ketika duduk berhadapan dengan beliau, gugup masih menyelimuti. Ajip Rosidi membuka buku saya, matanya yang tajam menelusuri setiap halaman. Keheningan menyelimuti, hanya suara halaman yang bergeser dan detak jantung saya yang berpacu.
Setelah beberapa saat, Ajip Rosidi mengangkat kepala, senyum tipis menghiasi wajahnya. “Ini bagus,” katanya, “Sangat bagus.”
Kata-kata sederhana itu terasa seperti ledakan di dada. Rasa puas dan lega bercampur menjadi satu. Ajip Rosidi, seorang penulis yang karya-karyanya saya kagumi, tidak hanya melihat, tetapi menyelami buku saya. Matanya yang tajam menangkap setiap detail, dan persetujuan diam-diam mengalir di udara.
Pertemuan itu lebih dari sekadar penerimaan; itu adalah validasi dari kerja keras yang telah saya curahkan. Bertahun-tahun saya habiskan untuk menyunting, menulis, dan menyempurnakan kumpulan esai itu. Keraguan sering kali menghantui, tetapi pada hari itu, di perpustakaan yang ramai, keraguan itu sirna. Ajip Rosidi melihat potensi dalam karya saya, dan persetujuannya menjadi dorongan yang tak ternilai.
Pertemuan itu menandai awal dari hubungan sastra yang unik. Ajip Rosidi menjadi mentor dan teman, memberikan saran dan dukungan dalam perjalanan menulis saya. Beliau mendorong saya untuk terus menantang diri sendiri dan mengembangkan suara saya sebagai penyunting.
Dari Ajip Rosidi, saya belajar bahwa kepuasan sejati tidak datang dari pengakuan eksternal, tetapi dari proses kreatif itu sendiri. Namun, pengakuan dari seorang yang saya kagumi memiliki makna yang mendalam. Itu memberikan dorongan semangat dan validasi yang saya butuhkan untuk terus berkarya.
Ketika saya mengenang momen itu, rasa syukur dan puas masih terasa hangat. Pertemuan singkat itu mengubah hidup saya sebagai penggiat buku, membuka jalan bagi perjalanan kreatif yang luar biasa. Sebuah pertemuan, sebuah persetujuan, dan sebuah pelajaran berharga yang akan selalu saya ingat.
***
Judul: Pertemuan yang Mengubah Jalan Sastra
Penulis: Didin Tulus
Editor: Jumari Haryadi