Surat kepada Diantika IE: Kritik Tajam terhadap Penguasa yang Mengingkari Janji

Menulis surat
Ilustrasi: Seorang pria sedang menulis surat – (Sumber: Arie/Pistra)

PISAU SASTRA (PISTRA)Kolom OPINI, Sabtu (15/02/2025) – Esai berjudul Surat kepada Diantika IE: Kritik Tajam terhadap Penguasa yang Mengingkari Janjiini adalah karya Didin Kamayana Tulus yang merupakan seorang penulis, penggiat buku, dan kini tinggal di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.

Puisi “Kemana Perginya Janji Manis Penguasa?”

Karya: Diantika IE

Di atas tahta kekuasaan engkau duduk
Bawahan berpeluh dipaksa tunduk
Dengan jas rapi lengkap berdasi
Nampak gagah sempurna tanpa celah
Busung dada berwibawa, penuh rasa bangga

Namun sayang janji manisnya hanya serupa pepesan kosong melongpong
Menguap bagai asap, kabur mengepul entah kemana
Alih-alih ditepati, semua seakan tak terbukti
Rakyat menanti dengan harap yang tak pasti Sejak dilantik hingga masa jabatan habis berganti
Kini harap tinggallah harap
Mimpi hidup makmur telah terhapus, pupus
Kebijakan salah kaprah
Nasib rakyat kian terlunta

Apa kabar negara, yang dulu dijanjikan?
Kemana perginya janji manis itu?
Korupsi merajalela, keadilan pun sirna
Kini rakyat terluka
Menelan kenyang rasa kecewa

***

Catatan:

Puisi ini dimuat di antologi KUMPULAN KARYA SASTRA 9 PENGARANG INDONESIA (Puisi, Cerpen, dan Fragmen) hlm 9-10.
Buku editor: Dimas Handi
Penyunting: Didin Tulus
Desain Sampul: Jumari Haryadi
Cet I, Januari 2025
QRCBN: 62 5791 3123 166

***

Sepucuk Surat untuk Diantika IE

Assalamualaikum Diantika IE,

Saya sangat terkesan dengan puisi Anda yang berjudul “Kemana Perginya Janji Manis Penguasa?” Puisi ini tidak hanya enak dibaca, tetapi juga mengandung kritik tajam dan relevan terhadap kondisi sosial dan politik di Indonesia. Lewat puisi ini, Anda berhasil menggambarkan kekecewaan rakyat terhadap penguasa yang ingkar janji dengan menggunakan bahasa yang lugas namun puitis.

Gaya Bahasa yang Menggugah Emosi dan Pilihan Diksi yang Tepat

Puisi Anda dibuka dengan deskripsi tentang pemimpin ideal di mata rakyat: berpenampilan rapi, penuh wibawa, dan duduk di singgasana kekuasaan. Akan tetapi, cita-cita ini hanyalah kedok belaka. Anda dengan cerdik menggunakan metafora seperti “janji-janji manis mereka hanyalah kata-kata kosong yang mengambang” dan “menguap seperti asap, melayang entah ke mana” untuk menggambarkan bagaimana janji-janji manis itu hanyalah kata-kata kosong yang tidak pernah terwujud.

Pilihan diksi yang Anda gunakan juga sangat tepat sasaran. Kata-kata seperti “nasib rakyat makin tak menentu”, “korupsi merajalela”, dan “rakyat penuh kekecewaan” mampu menggugah emosi pembaca dan membuat kita turut merasakan penderitaan rakyat akibat kepemimpinan yang tak bertanggung jawab.

Tema dan Makna yang Lebih Dalam: Kritik Sosial yang Relevan

Advertisements
Post Middle

Tema utama dalam puisi Anda adalah kritik sosial terhadap pemimpin yang tidak dapat dipercaya. Anda menyoroti bagaimana rakyat menjadi korban kebijakan yang salah arah dan janji-janji yang diingkari. Pertanyaan retoris yang Anda ajukan di bait tengah puisi, “Bagaimana dengan negara yang pernah dijanjikan?” merupakan sindiran pedas terhadap para pemimpin yang tampaknya melupakan janji mereka setelah memperoleh kekuasaan.

Saya percaya puisi ini sangat relevan dengan kondisi politik di berbagai negara, termasuk Indonesia. Korupsi dan ketidakadilan masih menjadi masalah kronis dalam sistem pemerintahan. Masyarakat kerap kali terjerumus pada janji-janji manis saat kampanye. Namun, setelah pemilu usai, janji-janji tersebut hanya tinggal kenangan.

Puisi sebagai Pengingat: Kekuasaan Datang Bersama Tanggung Jawab

Puisi “Ke Mana Perginya Janji Manis Sang Penguasa?” tidak hanya berfungsi sebagai kritik, tetapi juga sebagai pengingat bagi kita semua bahwa kekuasaan bukan sekadar tentang penampilan dan janji, tetapi tentang tanggung jawab kepada rakyat. Kekuasaan harus digunakan untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat, bukan hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Pada bait terakhir puisi Anda, Anda menulis:

“Sekarang rakyat terluka, menelan kekecewaan mereka”

Saya percaya ungkapan ini mewakili perasaan banyak orang saat ini. Kami lelah dengan harapan palsu dan kekecewaan terus-menerus. Namun, saya juga percaya bahwa puisi seperti yang Anda tulis dapat menjadi dorongan bagi kita untuk terus berjuang demi perubahan yang lebih baik.

Mari Selamatkan Indonesia dari Janji-Janji Kosong

Diantika IE, melalui puisimu engkau telah memberikan sumbangsih yang signifikan dalam menyuarakan aspirasi masyarakat. Saya berharap puisi ini dapat dibaca oleh banyak orang, terutama mereka yang sedang berkuasa, agar mereka sadar akan tanggung jawabnya terhadap rakyat.

Mari bersama-sama selamatkan Indonesia dari janji-janji kosong para penguasa. Marilah kita wujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera bagi seluruh rakyat.

Terima kasih atas puisi yang indah ini, Diantika IE. Saya harap Anda terus berkarya dan menyampaikan kebenaran melalui puisi Anda.

Semoga damai menyertaimu. Selamat,

Salam,

Didin Tulus.

***

Judul: Surat kepada Diantika IE: Kritik Tajam terhadap Penguasa yang Mengingkari Janji
Penulis: Didin Kamayana Tulus, Penggiat Buku tinggal di Kota Cimahi.
Editor: Jumari Haryadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *